Kiai Mansyur Sholeh Mojosari, Nganjuk

Kiai Mansyur Sholeh Mojosari, Nganjuk


 


Kiai Mansyur Sholeh Mojosari, Nganjuk/foto.nunganjuk.or.id

Batam, NU Online Kepri

Kiai Mansyur Sholeh adalah salah satu ulama’ terkemuka dan tidak asing lagi di Kota Angin. Beliau termasuk salah satu pengasuh Pondok Pesantren Mojosari Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk. Pondok pesantren ini sudah eksis sejak 1720 M yang dipelopori oleh Kiai Ali Imron. Dan Kiai Mansyur merupakan pengasuh pondok pesantren Mojosari generasi ke 8 setelah wafatnya Kiai Zainuddin yang terkenal sebagai Waliyullah. Banyak santri dari berbagai penjuru kota yang ngalap berkah dan menimba ilmu di pondok pesantren Mojosari. Walaupun perkembangan zaman semakin canggih, namun peranan pondok pesantren Mojosari tetap eksis dan bahkan mengalami perkembangan hingga generasi ke 11 sekarang ini yang di asuh oleh Kiai Nashih. Tidak sedikit juga para santri didikan Kiai Mansyur yang menjadi kiai pula didaerahnya, yang menjadi tokoh di masyarakat dan memiliki banyak santri. Beberapa sumber informasi dari para saksi hidup menjelaskan bahwa Kiai Mansyur memilki riwayat hidup yang istemewa dan patut diteladani.

Dahulu kala ketika Kiai Mansyur mengemban amanah sebagai pengasuh pondok pesantren Mojosari, beliau sangat menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Dalam menjalankan kepemimpinanannya tidaklah selalu berada pada jalan mulus, namun juga ada lika-liku dan naik turunnya iklim organisasi pondok, tidaklah selalu mendapat dukungan penuh dari berbagai masyarakat, namun ada pula pihak yang kurang mendukung. Pada permulaan masa kepemimpinan beliau, ada salah seorang yang memiliki rasa kurang lapang dada dengan dinobatkannya beliau sebagai pengasuh di pondok pesantren Mojosari. Hal ini dikarenakan orang tersebut merasa bahwa dia memiliki  kompetensi dan kemampuan yang lebih dibanding Kiai Mansyur. Atas perasaannya tersebut, suatu hari dia mendapatkan isyarat berupa intruksi dengan perantara mimpi.

Baca juga : Kisah hikmah -Abu Yazid Al-Busthami ( MA'RIFAT BILLAH )

Dalam mimpi tersebut dia mendapati Kiai Mansyur yang sedang berjalan di depan dan mendahuluinya, langkah demi langkah,  Kiai Mansyur berjalan semakin jauh darinya. Kemudian orang tersebut berusaha mengikuti dengan langkah yang lebih cepat bahkan dengan lari kencang pun masih tetap tidak bisa mengejar Kiai Mansyur. Betapa mengejutkannya mimpi ini yang merupakan kiasan sindiran dari perasaan orang tersebut. Beberapa saat kemudian setelah peristiwa mimpi yang mengherankan, renungan demi renungan dipertimbangkan, sehingga orang tersebut tersadar, merasa bersalah dan tidak meragukan lagi bahwa Kiai Mansyur bukanlah orang biasa, Kiai Mansyur memiliki karomah yang memang  patut untuk mengemban amanah sebagai pengasuh pondok pesantren Mojosari. Dan pada akhirnya orang tersebut mencurahkan isi hatinya terkait  perasaannya pada beliau dan kemudian memohon maaf pada Kiai Mansyur atas kesalahannya.

Selain itu, ada riwayat yang menerangkan bahwa Kiai Mansyur adalah ulama’ yang memiliki durasi tidur yang tidak banyak. Jika kita lihat, umumnya orang pasti membutuhkan istirahat atau tidur seusai melaksanakan aktivitas sehari hari. Dan kebanyakan dari mereka mengambil jatah tidur dua kali dalam sehari (tidur siang dan malam), itu pun durasinya  jika dikalkulasi berkisar 4 hingga 7 jam, belum lagi jatah tidur mereka  yang mengantuk sewaktu-waktu, entah terlelap satu, dua atau beberapa menit. Hal ini sangat berbeda dengan Kiai Mansyur yang sedikit tidurnya, bahkan ada yang meriwayatkan bahwa dalam sehari beliau tidur hanya sekali sekejapan mata, dalam artian selama satu hari tidur hanya satu kali entah berapa menit atau berapa jam, setelah itu tidak tidur lagi. Hal ini merupakan salah satu rutinitas Kiai Mansyur yang luar biasa.

Kisah lain yang mengisyaratkan bahwa beliau adalah Kiai yang tidurnya berdurasi  sedikit adalah ketika para penderek (santri yang mendampingi) Kiai Mansyur yang sedang melaksanakan rutinan ziarah ke makam para auliya’ mendapati  beliau yang jarang terlihat tidur ketika waktu istirahat. Para penderek Kiai Mansyur mayoritas mengisi waktu istirahat dengan tidur. Sebelum tidur mereka melihat Kiai Mansyur sedang melaksanakan shalat sunnah, dan setelah terbangun, mereka mendapati Kiai Mansyur yang masih melaksanakan shalat. Subhanallah! Ini mengindikasikan bahwa selama mereka tertidur hingga terbangun Kiai Mansyur tidak tidur melainkan mengamalkan amalan-amalan ubudiyah termasuk shalat sunnah. Padahal waktu istirahat ini adalah waktu lelah-lelahnya peziarah pada umumnya.

Aktifitas tidur memang sebuah rutinitas istirahat yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan energi dan daya tubuh. Selain itu tidur adalah salah satu bentuk dari nafsu, sehingga jika tidur dilakukan secara berlebihan maka akan berdampak buruk. Tak heran jika di dalam kitab Ta’limul Muta’allim menghimbau kepada para penuntut ilmu untuk menyedikitkan tidur, karena hal tersebut merupakan salah satu pengendalian nafsu, tirakat dan pengejawantahan kesungguhan dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu menjadi barokah dan manfaat dunia akhirat. Dan Kiai Mansyur berhasil mengimplementasikan prinsip ini dengan sangat baik yang pada akhirnya menjadikan beliau sosok yang ‘alim dan istimewa dengan ilmunya yang barokah. 

Baca juga : Mensyukuri Nikmat Terbesar dan Karunia Allah Swt.

Kemudian, dikisahkan juga bahwa di kala masanya, daerah pondok Mojosari mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani, begitupun Kiai Mansyur. Sebagai petani, beliau memiliki ethos kerja yang tinggi hal ini dapat diamati dari kegigihan beliau dalam bercocok tanam di sawah. Pada umumnya, para petani daerah pondok Mojosari mengelola sawahnya dengan bercocok tanam padi, jagung dan kedelai. Disamping itu Kiai Mansyur juga memiliki inovasi dalam mengelola sawahnya, bukan hanya bercocok tanam padi, jagung dan kedelai, melainkan beliau juga mencoba menghiasi sawahnya dengan tanaman lain seperti melon, bawang merah serta beraneka tanaman lain.

Dan selanjutnya, Kiai Mansyur terkenal dengan konsistensi keistiqomahannya dalam mengaji, kobaran semangat beliau dalam tholabul ilmi senantiasa menyala dan tak mudah redup, bagaimanapun keadaan dan situasinya waktu ngaji tetap menjadi prioritas utama. Sangat langka dijumpai fenomena “libur ngaji” pada Kiai Mansyur, kecuali terdapat kepentingan yang sangat mendesak. Ada sebuah riwayat yang menceritakan bahwa suatu ketika Kiai Mansyur dan para santri hendak melakukan kegiatan ro’an (kerja bakti)dan pada waktu itu bertepatan dengan waktu mengaji, kedua kegiatan ini sama-sama penting. Situasi demikian tidak menjadikan beliau meliburkan kegiatan ngaji, namun masih tetap terlaksana meski hanya beberapa menit dan setelah itu baru beranjak pada kegiatan ro’an. Riwayat ini mengisyaratkan bahwa beliau pecinta ilmu sejati yang memegang teguh prinsip istiqomah.

Dan selanjutnya Kiai Mansyur adalah sosok ulama’ yang memiliki aura kharismatik yang istimewa, sehingga mampu menumbuhkan kedamaian jiwa ketika bersanding dengan beliau, perangai dan petuah yang disampaikan beliau mengalirkan energi positif serta menjadi stimulus bagi santri untuk senantiasa taat ibadah, giat belajar atau mengaji dan amar ma’ruf nahi ‘anilmunka. Salah satu kisah yang berkaitan dengan kharismatik yang dimiliki Kiai Mansyur adalah ketika beliau membangunkan para santri di pagi petang waktu shubuh, dimana kenikmatan tidur mulai berada dititik puncak karena godaan nafsu begitu menggebu-gebu dalam jiwa, sehingga tidak mudah untuk membangunkan keterlelapan tidur. “Sholah…sholah..!”,  itulah seruan beliau ketika membangunkan santri untuk sholat shubuh. Walau seruan beliau dilantunkan tanpa pengeras suara, juga dengan suara biasa nan lembut, namun frekuensinya mampu dirangsang baik oleh pendengaran santri yang tertidur lelap. Padahal jarak beliau masih agak jauh dari santri yang tidur, bahkan seruan kiyai mansyur mampu didengar dengan baik ketika beliau masih berada di gerbang yang hendak menuju area gotha’an (kamar santri). Tidak cuckup demikian seruan beliau juga mampu menyadarkan jiwa untuk terjaga. Jika fenomena demikian pihak yang membangunkan tidak memiliki kharismatik, maka ceritanya akan sangat berbeda. Mungkin santri yang dibangunkan akan sulit terjaga dan mengalami perasaan nggrundel (tidak berkenan, risih dan gusar).

Baca juga : MENUMBUHKAN RASA CINTA KEPADA RASULULLAH SAW

Dari untaian-untaian  kisah tentang keistimewaan Kiai Mansyur yang sudah tersurat di atas, sebagai masyarakat sepatutnya mampu memetik hikmah dan meneladaninya dengan semampu mungkin. Dalam perihal tholabul ‘ilmi  kita bisa meneladani keistiqomahan beliau yang selalu semangat serta tidak mengenal waktu libur, karena waktu adalah ilmu.  Dalam segi spiritual kita bisa meneladani dari tirakat  beliau yang tidak menyukai tidur berlebihan. Dalam aspek sosiologis kita dapat meneladaninya dari ethos kerja serta berpandangan inovatif. Sehingga dari berbagai amaliya Kiai Mansyur yang luar biasa, beliau dianugerahi peribadi yang kharismatik dan menjadi sosok yang luar biasa.  

Oleh: Muhammad Nurus Sobah AlFaiq ( Pondok Pesantren Al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk)

Sumber : https://nunganjuk.or.id/sosok-istimewa-kiai-mansyur-sholeh-mojosari-nganjuk/

Posting Komentar

semoga bermanfaat

Lebih baru Lebih lama