Pendidikan tradisional adalah proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pelaksanaan kegiatan pengajaran dengan cara berpegang teguh kepada norma atau kebiasaan yang sudah berlangsung sejak lama yang terjadi secara turun temurun.
Pendidikan Traditionalis feat Modernisasi Suatu pernyataan yang pasti dibenarkan oleh setiap orang yang ingin menghendaki kemajuan. Ilmu sebagai prasyarat mutlak untuk memulai segala hal, tanpa ilmu orang sekarang mungkin tidak bisa berbuat apa-apa semua yang ada di zaman ini kerena peran ilmu pengetahuan . Tidak pernah tercatat dalam sejarah kemajuan satu bangsa lantaran pendidikannya yang rendah. Tak ada satu bangsa yang terbelakang menjadi hebat, melainkan mereka memperbaiki anak didik dan pemuda mereka dengan pendidikan yang layak. Tanpa pendidikan yang memadai, akan sulit bagi masyarakat untuk mencapai kemajuan. Pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat dunia yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern. Terdapat dua tipe pendidikan dalam masyarakat untuk mencapai kemajuan yang bernilai sempurna. 1. Pendidikan tradisional (konsep lama) Sebagai agen perubahan sosial, corak pendidikan tradisional yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi perbaikan moral dan akhlak umat, baik pada tataran intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan dengan corak tradisional bukan sekadar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan tradisional tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi. Paradigma pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan zamannya, yang tentu juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila dipandang dari era modern ini. sangat jelas merupakan perwujudan dari pendidikan tradisional yang sangat mementingkan nilai-nilai luhur memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Corak Pemikiran dalam pemikiran pendidikan tradisional dengan yang tidak cukup sulit, sebab dalam pendidikan ada istilah “reconstruktion end canges”, Artinya yang tradisi akan selalu diakses sebagai tipe awal, kemudian dtambahi dengan modifikasi-modifikasi baru (pendidikan modern). Selain itu dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam era global. 2. Konsep pendidikan modern (konsep baru), yaitu; pendidikan menyentuh setiap aspek kehidupan, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif , berfungsi memberikan kaitan antara subjek dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat. Metode berfikir masyarakat tradisionalis memandang bahwa pendidkian sebagai salah satu bidang kehidupan yang sangat fundamental di samping persoalan hubungan antara manusia dengan Tuhan (vertical). Oleh karena itu proses belajar mengajar dalam menacari ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari agama. Ilmu pengetahuan bersumber dari “Sang Causa Prima” demikian juga agama muaranya akan kepada “Sang Pencipta” pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Pemisahan agama dengan ilmu pengatahuan juga akan menyebabkan ilmu dan teknologi kering akan nilai. Sedangkan memisahkan agama dari ilmu pengetahuan akan menemukan agama sebatas coretan-coretan, teks-teks dan nash-nas yang tidak berdimensi “kemaslahatan”. Ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi nilai-nilai moral-agama melahirkan ilmu yang materialistik bahkan ateis. Ini terbukti dengan perkembangan science dan teknologi abad ini yang berdampak pada “dehumanisasi” menjauhkan manusia dari unsur kemanusiaannya, disharmoni, disfungsi, disalokasi, krisis global dan krisis multidimensional. Ilmu pengetahuan bersumber dari Tuhan, dikaji melalui panca indra dan akal. Fikir dan dzikir merupakan keniscayaan dalam memperoleh ilmu pengetahaun. Pengkajian ayat Tuhan baik kitab suci (sakral) maupun alam semesta (kauniyah) dipadukan dengan metodologi yang rasionalis-empiris dan teologis-spritualis. Sehingga pencarian dan penemuannya lebih komprehensif dan menyentuh kebutuhan manusia yang material dan immaterial, terpenuhinya kebutuhan fisik-material dan psikis-spritual.