اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَۃُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ .
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاۃُ وَالسَّلَامُ عَلَی سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَی اٰلِهِ وَاَصْحَبِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَلَاحَوْلَاوَلَاقُوَّۃَاِلَّابِاللّٰهِ الْعَلِيِ الْعَظِيْمِ . اَمَّابَعْدُ.
PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW ( SEJARAH , PENDAPAT ULAMA' , DALIL - DALIL , FADHILAH / KEUTAMAAN BERSHOLAWAT ATAS NABI MUHAMMAD SAW )
Penjelasan Asal-Usul Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj
Jakarta, NU Online Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan asal-usul peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, maulid nabi diadakan kalangan Syiah seorang oleh Al-Muiz, seorang Khalifah Fatimiyah pada tahun 601 H. Sementara dari kalangan Sunni pertama kali digelar oleh Syamsud Daulah dari Nidhamil di Irak. “Al-Muiz yang membangun Kota Kairo. Gubernurnya bernama Jauhar Assoqli, yang membangun Al-Azhar yaitu Al-Muiz Al-Kohir li dinillah,” kata Kiai Said saat memberikan sambutan di Maulid Akbar dan Doa Bersama yang digelar LDNU di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (21/11) malam. Kiai Said menjabarkan Maulid Nabi merupakan sunah taqririyyah yaitu perkataan, perbuatan yang tidak dilakukan nabi, tetapi dibenarkan Rasulullah SAW. Menurut dia, memuji atau mengagungkan Rasullah SAW termasuk sunnah taqririyah karena tidak pernah dilarang oleh Rasulullah. Salah satu sahabat yang memuji-muji Nabi Muhammad adalah Ka’ab bin Juhair bin Abi Salma yang diceritakan dalam bait nadhom yang sangat panjang. Di hadapan Nabi Muhammad Ka’ab mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang hebat dan orang mulia. Mendengar pujian itu nabi tidak melarang, bahkan membenarkan. “Malah Rasulullah memberi hadiah selimut yang sedang dipakai. Selimutnya bergaris-garis. Selimut garis-garis itu bahasa Arabnya adalah Burdah,” ucapnya. Ia menyebut, sampai sat ini burdah Nabi Muhammad masih ada dan diabadikan di Museum Toqafi Istanbul Turki. Itulah mengapa setiap ada qasidah atau syair yang isinya memuji Nabi Muhammad disebut qasidtul burdah. Maulid Akbar yang digelar Lembaga Dakwah PBNU dihadiri ribuan warga NU dari berbagai daerah. Hadir pada kesempatan mulia tersebut Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin, penceramah Gus Miftah, KH Yusuf Mansur, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan dan beberapa tokoh penting lainnya. Kontributor: Abdul Rahman Ahdori Editor: Abdullah Alawi
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/113792/kiai-said-jelaskan-asal-usul-peringatan-maulid-nabi-muhammad
Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW atau biasa disebut sebagai Maulid Nabi telah menjadi semacam tradisi bagi umat Islam di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Peringatan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal menjadi momen untuk membangkitkan dan menjaga semangat Nabi dalam diri umat.
Kendati telah menjadi semacam tradisi, memang masih terjadi silang pendapat tentang kapan sebenarnya Maulid Nabi mulai diperingati umat Islam. Jika ditelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak ditemukan pada masa sahabat, tabiin, hingga tabiit tabiin, dan empat imam mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad).
Mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Mereka pula kalangan yang paling bersemangat dan menghayati setiap ajaran-ajaran yang diwariskan olehnya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali muncul pada zaman Shalahuddin al-Ayyubi (1193 M). Shalahuddin disebut menganjurkan umatnya untuk melaksanaan perayaan Maulid Nabi guna membangkitkan semangat jihad kaum Muslim. Kala itu, Shalahuddin dan umat Islam memang berada dalam fase berperang melawan pasukan atau tentara Salib.
Kendati demikian, pendapat tersebut juga masih diperdebatkan. Mereka yang menolak bahwa Shalahuddin sebagai pelopor maulid beralasan, tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan perihal Shalahuddin menjadikan Maulid Nabi sebagai bagian dari perjuangannya dalam Perang Salib.
Menurut beberapa pakar sejarah Islam, peringatan dan perayaan Maulid Nabi dipelopori oleh Dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Al Maqrizi, salah satu tokoh sejarah Islam mengatakan, para khilafah Fatimiyah memang memiliki banyak perayaan sepanjang tahun.
Antara lain perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Ali Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Syaban, perayaan malam pertama Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, perayaan malam Al Kholij, perayaan hari Nauruz (tahun baru Persia), dan lainnya. (Al Mawa'izh wal I'tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida' Al Hawliyah, hal. 145-146)
Asy Syekh Bakhit Al Muti'iy, seorang mufti dari Mesir, dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal.44) juga menyebut, yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid, salah satunya adalah Maulid Nabi adalah Al Mu'izh Lidnillah (keturunan Ubaidillah dari Dinasti Fatimiyah) pada 362 Hijriah.
Selain mereka, dalam beberapa buku sejarah juga disebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah memang yang menginisiasi perayaan Maulid Nabi. Perlu diketahui sebelumnya, pemerintahan Fatimiyah berdiri pada 909 Masehi di Tunisia. Enam dekade kemudian, mereka memindahkan pusat kekuasaan ke Kairo, Mesir. Dua tahun setelah masuknya Shalahuddin al-Ayubbi ke Mesir, yakni sekitar tahun 1171, Dinasti Fatimiyah runtuh.
Adanya perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah disebutkan antara lain oleh dua sejarawan dan ilmuwan pada masa Dinasti Mamluk, beberapa abad setelah masa hidup Shalahuddin. Salah satu sejarawan tersebut adalah yang telah disebutkan sebelumnya, yakni al-Maqrizi (1442) dan al-Qalqashandi (1418).
Al-Qalqashandi menyebutkan tentang perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah secara ringkas dalam kitab Subh al-A'sya jilid III (1914: 502-3). Perayaan itu dilakukan pada tanggal 12 Rabiul Awwal, dipimpin oleh Khalifah Fatimiyah dan dihadiri oleh para pembesar kerajaan seperti Qadhi al-Qudhat, Da'i al-Du'at, dan para pembesar kota Kairo dan Mesir. Acara tersebut diterangkan dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran dan khutbah oleh tiga penceramah.
Kendati terdapat sumber referensi yang menyebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah yang pertama kali menghelat Maulid Nabi, tetapi hal tersebut juga masih diperdebatkan. Sebab, Ibn Jubair ketika melakukan perjalanan hajinya melalui Mesir pada tahun 1183, tidak menyebutkan ada kebiasaan maulid di sana.
Saat itu sudah dua belas tahun sejak runtuhnya Dinasti Fatimiyah dan Mesir telah diperintah oleh Shalahuddin. Pada Rabiul Awwal tahun itu, Ibn Jubair (w. 1217) masih belum menyeberang dari Mesir menuju Jeddah. Jika kebiasaan maulid di Mesir merupakan kebiasaan yang populer di tengah masyarakat sejak masa Fatimiyah, dan kemudian bersambung pada masa Shalahuddin, rasanya kecil kemungkinan hal ini akan terlewat dari pengamatan Ibn Jubair untuk kemudian ia tuangkan di dalam buku perjalanannya (The Travels of Ibn Jubayr/ Rihla).
Pendapat para Ulama' tentang Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Sejak zaman Sultan Al-Muzhaffar hingga sekarang menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu yang baik dan sesuatu yang Afdhol ( Utama ). banyak ulama terkemuka menyatakan demikian. Di antaranya Al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H); Al-Hafizh Al-Iraqi (wafat 806 H); Al-Hafizh As-Suyuthi (wafat 911 H); Al-Hafizh Al-Sakhawi (wafat 902 H); Syeikh Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H); Imam An-Nawawi (wafat 676 H); Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (wafat 660 H); mantan mufti Mesir yaitu Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi'i (wafat 1354 H); mantan Mufti Beirut Lubnan yaitu Syeikh Mushthafa Naja (wafat 1351 H), dan masih banyak ulama besar lainnya.
Bahkan Imam As-Suyuthi menulis Kitab khusus tentang Maulid berjudul "Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid". Karena itu perayaan Maulid Nabi yang biasa dirayakan di bulan Rabiul Awal menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dari masa ke masa.
Baca juga : Kitab AL BARZANJI dan Ad-Diba'i karya Beliau Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji.
Dalil Maulid Nabi
Yang dimaksud peringatan Maulid Nabi adalah kegiatan berkumpul mendengarkan sirah Nabi dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri Beliau. Juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan menggembirakan hati orang-orang yang mencintai Baginda Nabi.
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, seorang Ahli Hadis terkenal yang merupakan keturunan Nabi dari jalur Hasan. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365 H/1944 M dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan secara rinci dalil tentang Maulid Nabi.
Kata Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, hari kelahiran (Maulid) Nabi lebih besar dan lebih agung daripada dua hari raya. Sebab beliaulah (Rasulullah SAW) yang membawa 'Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena berkat kelahiran Nabi juga kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam.
Jika tidak ada Rasulullah, tentu tidak ada Nuzulul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, yang semua itu terhubung langsung dengan Nabi dan kelahirannya. Tidak layak seorang muslim yang berakal bertanya, 'Mengapa kamu memperingatinya?' Seolah-olah dia bertanya, 'Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW?'.
Berikut dalil yang membolehkan memperingati Maulid Nabi:
1. Orang yang merayakan Maulid Nabi adalah sohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam hadis shahih diriwayatkan Imam Muslim disebutkan, ketika Baginda Nabi ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin, Beliau SAW menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku." Inilah nash yang paling jelas menunjukkan bolehnya memperingati Maulid Nabi.
2. Gembira terhadap Rasulullah adalah perintah Alqur'an. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (Surah Yunus: 58). Jadi, Allah sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat terbesar, sebagaimana disebut dalam Alqur'an. "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (Al-Anbiya': 107).
3. Peringatan Maulid Nabi adalah ungkapan kegembiraan terhadap baginda Nabi. Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab (paman Nabi SAW) menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Nabi Muhmmad, Abu Lahab pun memerdekakan budaknya sebagai tanda suka citanya. Kerana kegembiraan Abu Lahab merayakan kelahiran Rasulullah itu, di akhirat siksa terhadap dirinya diringankan setiap hari Senin dan keluar air surga dari celahan jarinya untuk minumannya. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap kaum kafir sekalipun.
4. Memperingati Maulid Nabi SAW mendorong kita untuk bersalawat. Salawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (Al-Ahzab: 56).
5. Maulid Nabi adalah perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud. "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."
Untuk diketahui, peringatan Maulid Nabi memang tidak ada di zaman Rasulullah sehingga sebagian orang menganggapnya bid'ah. Namun, bukan berarti semua bid'ah itu munkar dan sesat. Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Sebab, ia termasuk di dalam dalil-dalil syara' dan kaedah-kaedah kulliyyah (yang bersifat global).
Imam Syafi’i mengatakan, adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan adalah terpuji. Tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alqur'an, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Umar, Zaid, Utsman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat penghafal Alqur'an.
Apakah haram ketika Sayyidina Umar bin Khattab mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan Salat Tarawih, sedangkan beliau mengatakan, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini."
Dalam memperingati Maulid Nabi, di dalamnya berkumpul umat, berzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua ini adalah hal yang terpuji dan tidak bertentangan dengan hukum syara'. Semoga kelak kita dikumpulkan bersama Baginda Rasulullah SAW. Amin ya robbal Alamin.
Baca juga : Kitab Maulid Nabi Muhammad saw yang populer di Indonesia.
Fadhilah / Manfaat dari Membaca Sholawat Nabi.
Di bawah ini diuraikan dengan ringkas manfaat yang didapat dari bersalawat yang banyak disebut oleh para ulama, khususnya Al-Allamah Ibnul-Qayyim dan Al-Hafiz Ibnu' Hajar Al-Haitsami:
1. Mematuhi perintah Allah Ta'ala.
2. Bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan perintah Allah (di dalam Alquran), meskipun berbeda makna antara salawat yang dari kita (umat Nabi) dan salawat dari Allah. Salawat kita berarti doa dan permohonan, sedangkan salawat dari Allah berarti pujian dan pemuliaan.
3. Sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para Malaikat.
4. Orang yang bersalawat satu kali mendapat balasan sepuluh shalawat dari Allah Ta'ala.
5. Orang yang bersalawat mendapat peningkatan derajat sepuluh kali.
6. Baginya dicatat sepuluh kebajikan.
7. Dihapus sepuluh amal keburukannya.
8. Doanya dapat diharap akan terkabul, karena salawat akan memanjatkan doanya dan menghadapkannya kepada Allah Rabbul-'alamin. Sebelum orang yang berdoa bersalawat lebih dahulu, doanya berhenti terkatung-katung di antara bumi dan langit.
9. Dapat menjadi sarana untuk mendapat syafaat Nabi jika salawat itu disertakan doa mohon wasilah, atau diucapkan tersendiri.
10. Salawat merupakan sarana untuk memperoleh ampunan dari dosa.
Sumber:
Terjemah Syaraf Al-Ummah Al-Muhammadiyyah karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hassani.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/113792/kiai-said-jelaskan-asal-usul-peringatan-maulid-nabi-muhammad
Kendati telah menjadi semacam tradisi, memang masih terjadi silang pendapat tentang kapan sebenarnya Maulid Nabi mulai diperingati umat Islam. Jika ditelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak ditemukan pada masa sahabat, tabiin, hingga tabiit tabiin, dan empat imam mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad).
Mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Mereka pula kalangan yang paling bersemangat dan menghayati setiap ajaran-ajaran yang diwariskan olehnya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali muncul pada zaman Shalahuddin al-Ayyubi (1193 M). Shalahuddin disebut menganjurkan umatnya untuk melaksanaan perayaan Maulid Nabi guna membangkitkan semangat jihad kaum Muslim. Kala itu, Shalahuddin dan umat Islam memang berada dalam fase berperang melawan pasukan atau tentara Salib.
Kendati demikian, pendapat tersebut juga masih diperdebatkan. Mereka yang menolak bahwa Shalahuddin sebagai pelopor maulid beralasan, tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan perihal Shalahuddin menjadikan Maulid Nabi sebagai bagian dari perjuangannya dalam Perang Salib.
Menurut beberapa pakar sejarah Islam, peringatan dan perayaan Maulid Nabi dipelopori oleh Dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Al Maqrizi, salah satu tokoh sejarah Islam mengatakan, para khilafah Fatimiyah memang memiliki banyak perayaan sepanjang tahun.
Antara lain perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Ali Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Syaban, perayaan malam pertama Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, perayaan malam Al Kholij, perayaan hari Nauruz (tahun baru Persia), dan lainnya. (Al Mawa'izh wal I'tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida' Al Hawliyah, hal. 145-146)
Asy Syekh Bakhit Al Muti'iy, seorang mufti dari Mesir, dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal.44) juga menyebut, yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid, salah satunya adalah Maulid Nabi adalah Al Mu'izh Lidnillah (keturunan Ubaidillah dari Dinasti Fatimiyah) pada 362 Hijriah.
Selain mereka, dalam beberapa buku sejarah juga disebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah memang yang menginisiasi perayaan Maulid Nabi. Perlu diketahui sebelumnya, pemerintahan Fatimiyah berdiri pada 909 Masehi di Tunisia. Enam dekade kemudian, mereka memindahkan pusat kekuasaan ke Kairo, Mesir. Dua tahun setelah masuknya Shalahuddin al-Ayubbi ke Mesir, yakni sekitar tahun 1171, Dinasti Fatimiyah runtuh.
Adanya perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah disebutkan antara lain oleh dua sejarawan dan ilmuwan pada masa Dinasti Mamluk, beberapa abad setelah masa hidup Shalahuddin. Salah satu sejarawan tersebut adalah yang telah disebutkan sebelumnya, yakni al-Maqrizi (1442) dan al-Qalqashandi (1418).
Al-Qalqashandi menyebutkan tentang perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah secara ringkas dalam kitab Subh al-A'sya jilid III (1914: 502-3). Perayaan itu dilakukan pada tanggal 12 Rabiul Awwal, dipimpin oleh Khalifah Fatimiyah dan dihadiri oleh para pembesar kerajaan seperti Qadhi al-Qudhat, Da'i al-Du'at, dan para pembesar kota Kairo dan Mesir. Acara tersebut diterangkan dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran dan khutbah oleh tiga penceramah.
Kendati terdapat sumber referensi yang menyebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah yang pertama kali menghelat Maulid Nabi, tetapi hal tersebut juga masih diperdebatkan. Sebab, Ibn Jubair ketika melakukan perjalanan hajinya melalui Mesir pada tahun 1183, tidak menyebutkan ada kebiasaan maulid di sana.
Saat itu sudah dua belas tahun sejak runtuhnya Dinasti Fatimiyah dan Mesir telah diperintah oleh Shalahuddin. Pada Rabiul Awwal tahun itu, Ibn Jubair (w. 1217) masih belum menyeberang dari Mesir menuju Jeddah. Jika kebiasaan maulid di Mesir merupakan kebiasaan yang populer di tengah masyarakat sejak masa Fatimiyah, dan kemudian bersambung pada masa Shalahuddin, rasanya kecil kemungkinan hal ini akan terlewat dari pengamatan Ibn Jubair untuk kemudian ia tuangkan di dalam buku perjalanannya (The Travels of Ibn Jubayr/ Rihla).
Bahkan Imam As-Suyuthi menulis Kitab khusus tentang Maulid berjudul "Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid". Karena itu perayaan Maulid Nabi yang biasa dirayakan di bulan Rabiul Awal menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dari masa ke masa.
Baca juga : Kitab AL BARZANJI dan Ad-Diba'i karya Beliau Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji.
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, seorang Ahli Hadis terkenal yang merupakan keturunan Nabi dari jalur Hasan. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365 H/1944 M dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan secara rinci dalil tentang Maulid Nabi.
Kata Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, hari kelahiran (Maulid) Nabi lebih besar dan lebih agung daripada dua hari raya. Sebab beliaulah (Rasulullah SAW) yang membawa 'Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena berkat kelahiran Nabi juga kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam.
Jika tidak ada Rasulullah, tentu tidak ada Nuzulul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, yang semua itu terhubung langsung dengan Nabi dan kelahirannya. Tidak layak seorang muslim yang berakal bertanya, 'Mengapa kamu memperingatinya?' Seolah-olah dia bertanya, 'Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW?'.
1. Orang yang merayakan Maulid Nabi adalah sohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam hadis shahih diriwayatkan Imam Muslim disebutkan, ketika Baginda Nabi ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin, Beliau SAW menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku." Inilah nash yang paling jelas menunjukkan bolehnya memperingati Maulid Nabi.
2. Gembira terhadap Rasulullah adalah perintah Alqur'an. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (Surah Yunus: 58). Jadi, Allah sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat terbesar, sebagaimana disebut dalam Alqur'an. "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (Al-Anbiya': 107).
3. Peringatan Maulid Nabi adalah ungkapan kegembiraan terhadap baginda Nabi. Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab (paman Nabi SAW) menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Nabi Muhmmad, Abu Lahab pun memerdekakan budaknya sebagai tanda suka citanya. Kerana kegembiraan Abu Lahab merayakan kelahiran Rasulullah itu, di akhirat siksa terhadap dirinya diringankan setiap hari Senin dan keluar air surga dari celahan jarinya untuk minumannya. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap kaum kafir sekalipun.
4. Memperingati Maulid Nabi SAW mendorong kita untuk bersalawat. Salawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (Al-Ahzab: 56).
5. Maulid Nabi adalah perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud. "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."
Untuk diketahui, peringatan Maulid Nabi memang tidak ada di zaman Rasulullah sehingga sebagian orang menganggapnya bid'ah. Namun, bukan berarti semua bid'ah itu munkar dan sesat. Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Sebab, ia termasuk di dalam dalil-dalil syara' dan kaedah-kaedah kulliyyah (yang bersifat global).
Imam Syafi’i mengatakan, adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan adalah terpuji. Tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alqur'an, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Umar, Zaid, Utsman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat penghafal Alqur'an.
Apakah haram ketika Sayyidina Umar bin Khattab mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan Salat Tarawih, sedangkan beliau mengatakan, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini."
Dalam memperingati Maulid Nabi, di dalamnya berkumpul umat, berzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua ini adalah hal yang terpuji dan tidak bertentangan dengan hukum syara'. Semoga kelak kita dikumpulkan bersama Baginda Rasulullah SAW. Amin ya robbal Alamin.
Fadhilah / Manfaat dari Membaca Sholawat Nabi.
Di bawah ini diuraikan dengan ringkas manfaat yang didapat dari bersalawat yang banyak disebut oleh para ulama, khususnya Al-Allamah Ibnul-Qayyim dan Al-Hafiz Ibnu' Hajar Al-Haitsami:
1. Mematuhi perintah Allah Ta'ala.
2. Bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan perintah Allah (di dalam Alquran), meskipun berbeda makna antara salawat yang dari kita (umat Nabi) dan salawat dari Allah. Salawat kita berarti doa dan permohonan, sedangkan salawat dari Allah berarti pujian dan pemuliaan.
3. Sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para Malaikat.
4. Orang yang bersalawat satu kali mendapat balasan sepuluh shalawat dari Allah Ta'ala.
5. Orang yang bersalawat mendapat peningkatan derajat sepuluh kali.
6. Baginya dicatat sepuluh kebajikan.
7. Dihapus sepuluh amal keburukannya.
8. Doanya dapat diharap akan terkabul, karena salawat akan memanjatkan doanya dan menghadapkannya kepada Allah Rabbul-'alamin. Sebelum orang yang berdoa bersalawat lebih dahulu, doanya berhenti terkatung-katung di antara bumi dan langit.
9. Dapat menjadi sarana untuk mendapat syafaat Nabi jika salawat itu disertakan doa mohon wasilah, atau diucapkan tersendiri.
10. Salawat merupakan sarana untuk memperoleh ampunan dari dosa.
Sumber:
Terjemah Syaraf Al-Ummah Al-Muhammadiyyah karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hassani.