Imam Al-Ghazali

 

Imam Al-Ghazali

 




Kata Kata Hikmah -Imam Al Ghazali lahir di kota Thous, distrik Churasan Persia pada tahun 1058 dengan nama lengkap Abu Hamid bin Muhammad Al Ghazali. Anak dari seorang pedagang yang tidak pernah sekolah, namun sangat senang dengan ilmu pengetahuan. Maka tatkala Ghazali masih kecil dititipkan kepada seorang sufi untuk membimbingnya.

Dengan hasrat yang tinggi untuk memiliki ilmu, ia mempelajari ilmu fiqh dan bahasa arab yang kemudian membimbingnya untuk menjadi seorang ilmuwan Islam terkenal. Ketika ia masih usia muda dan melakukan perjalanan untuk menempuh suatu perjalanan menuntut ilmu, terjadi suatu peristiwa yang menjadikan pelajaran baginya.

Dalam suatu perjalanan, di tengah daerah terpencil dan sunyi, tiba-tiba Al Ghazali dihadang oleh sekelompok perampok, dan seluruh yang dibawanya dijarah dengan paksa. Ia membiarkan seluruh bawaannya diambil darinya, akan tetapi ketika perampok itu mengambil catatan-catan dan kitab-kitabnya ia memintanya kembali. Kepala perampok itu heran, kenapa kertas-kertas yang tidak berharga itu dipertahankan, sementara barang-barang lainnya dilepaskan. Kata kepala perampok itu kepada Al Ghazali, “Apa isi dan manfaat barang-barang remeh dan tak berharga ini?” tanya perampok itu. “Untuk mengetahui dan menguasai keterangan-keterangan yang ada di dalam kitab ini aku telah meninggalkan tempat kelahiranku, dan selauruh pengetahuan yang aku dapat aku catat di dalam catatan ini.” Jawab Al Ghazali.

Perampok itu tertawa sambil memberikan kitab-kitab itu, dan berkata, “Bagaimana kamu berani mengatakan bahwa  telah menguasai ilmu, padahal aku hanya mengambil catatannya saja kau sudah ribut.”

“Itulah suatu pelajaran yang diberikan oleh Tuhan kepadaku. Setelah kejadian itu, sesampai di Thous aku berusaha menghafal dan menguasai seluruh ilmu-ilmu yang aku terima agar ilmuku tidak dapat dirampas oleh perampok lagi.”

Selanjutnya, Ghazali meneruskan perjalanannya menuntut ilmu ke Nishapur dan dibimbing oleh Imam Al Haramain. Dari sanalah ia mulai meletakkan dasar-dasar ilmu filsafat.

Kala itu Persia diperintah oleh keturunan raja-raja Saljuk, Wazir Nizamul Mulk. Didirikanlah banyak Perguruan Tinggi, maka di masa itu, kota Thous menjadi pusat kemegahan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Jiwa Besar yang tumbuh di dalam tubuh Ghazali, serta kecemerlangan pemikiran-pemikirannya menjadi perhatian sang wazir. Maka dipanggillah Ghazali untuk menghadap  kepada Wazir Nizamul Mulk, dan Ghazali akhirnya diangkat sebagai guru besar dalam ilmu hukum fiqh pada Universitas Nizamia, yang telah didirikan 25 tahun yang lampau, dan telah terkenal sampai di luar batas kerajaan.

Selama beberapa tahun Ghazali berusaha keras untuk mengembangkan ilmunya di lingkungan mahasiswa Nizamia, hingga ia pun mengalami masa kejayaan. Namanya semakin masyhur hingga semua orang mengenalnya. Ia pun menikah dan hidupnya mengalami kemegahan. Anak-anaknya pun hidup di bawah pendidikannya sendiri.

Pada masa kehidupannya, Ghazali berada dalam masa-masa pertikaian dan pertentangan paham yang sangat, yang masing-masing golongan hendak membenarkan golongannya sendiri. Dari pertikaian dan pertentangan inilah menimbulkan keraguan pada diri Ghazali hingga sampai pada dasar kehidupan keyakinannya.

Mula-mula ia berusaha memberantas segala keraguan dengan seluruh kekuatan intelektualnya, tapi alih-alih malah menyerang kembali dirinya, dan kebimbangan semakin merasuki dirinya. Berulangkali ia mencoba membabat habis keraguan yang terus menyelinap dan merasuki dirinya: betulkah kepercayaan yang selama ini diyakininya dapat dipertahankan? Apakah yang menjamin kepastian itu? Stelsel-stelsel apakah yang telah ditanamkan oleh kaum filosof, dan bukanlah stelsel-stelsel itu semuanya adalah buah pikiran semata?

Permasalahan-permasalahan itulah yang senantiasa berkecamuk di dalam diri Ghazali, antara cemas dan bingung. Apa-apa yang terjadi di dalam alam sadar menunjukkan adanya persamaan dengan alam mimpi yang tidak nyata. Ghazali yang telah mampu menembus alam bawah sadar menjadi bingung karena kenyataan-kenyataan yang dialaminya.

Demikianlah Ghazali dalam skeptisme. Oleh karena sesungguhnya ia adalah orang yang sangat tajam mata batinnya. Pada saat itu telah mencapai tingkat inkisyaf, yang menjadikannya dalam kebimbangan yang sangat. Maka akibat karaguan yang teramat sangat itu, runtuhlah bangunan-bangunan kepastian intelektualnya, sehingga ia menggigil, dan hidup baginya seakan-akan tidak ada artinya lagi. Seluruh ilmu dari para filosof dikajinya, akan tetapi tidak semakin menjadikannya sembuh, akan tetapi malah membuatnya semakin parah, dan ia mengalami sakit keras selama dua bulan.

Setelah sembuh, dengan kemauan yang kuat untuk hidup meninggalkan gemerlap duniawi, Ghazali memulai dengan memisahkan diri dari kehingaran kehidupan. Ditinggalkan kedudukannya sebagai guru besar Univesitas Nizamia untuk pindah mengarungi jalan tasawuf untuk merenung dan memikirnya secara mendalam tentang hidupnya. Maka memancarlah pencerahan ihwal keyakinan yang menjadikan dirinya dalam kebimbangan. Dan diketahuinya akan perbedaan antara filsafat dan tasawuf, antara filosof dan sufi.

Untuk mencapai tingkatan pencerahan yang sempurna dilewatinya dengan perjuangan batin yang hebat, hingga pada suatu saat ingin memberikan kuliah lagi akan tetapi ia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, yang akhirnya ia kembali jatuh sakit. Semakin lama keadaannya semakin mengkhawatirkan, para tabib pun telah hilang harapan, bayangan maut pun telah tampak di depannya. Dan kali ini Ghazali telah benar-benar menyerahkan dirinya kepada Allah, dan dengan penyerahan diri yang total itu Allah berkenan melimpahkan kekuatan untuk tetap hidup.

Dalam kondisi berikutnya, Ghazali terus menekuni kehidupannya dengan mencurahkannya untuk menulis dan mencari kesempurnaan di dalam kerohaniannya, dan terbitlah buku-buku tulisannya yang hebat-hebat. Namun akhirnya, untuk menyempurnakan pencariannya ia pergi mengembara. Mula-mula ia pergi ke Syria untuk beberapa tahun, kemudian pergi melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, selanjutnya ke Mesir, kemudian ke Iskandariyah untuk menetap dalam waktu yang agak lama.

Selama lebih dari sepuluh tahun Ghazali menjalani kehidupan ini, dan akhirnya perubahan pun menghampirinya. Berkali-kali keluarganya menyuruh dia pulang untuk menjalani kehidupan sebagaimana semula, namun ia bergeming. Akan tetapi seluruh ummat Islam berseru, bahwa mendung kegelapan bergumpalan di atasnya, dan membutuhkan seorang pencerah yang akan mengangkat kembali kejayaan-kejayaan Islam di muka bumi. Maka Ghazali pun meninggalkan hidup dalam kesendirian menjadi seorang sufi untuk kembali menjadi guru besar, akan tetapi dengan tujuan yang berbeda dengan masa silam. Kalau dulu ia menjadi guru besar untuk mencari kemegahan hidupnya, sekarang ia menjadi guru besar untuk berjuang demi kejayaan Islam.

https://youtu.be/5yIRIsxPSE4

Klik 》》》


SEMOGA BERMANFAAT.

KATA KATA HIKMAH


 

Posting Komentar

semoga bermanfaat

Lebih baru Lebih lama